Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Memahami kandungan ayat-ayat tentang alam

Tafsir ayat ayat Al Qur’an tentang semesta alam:
Tafsir Surat Al-Baqarah ayat 29
Bahwa Allah SWT setelah merici ayat-ayat-Nya tentang diri manusia dengan mengingatkan awal kejadian, sampai kesudahannya dan menyebutkan bukti keberadaan serta kekuasaan-Nya kepada Makhluk-Nya melalui apa yang mereka saksikan sendiri pada diri mereka, kemudian Dia menyebutkan ayat-ayat-Nya atau bukti lain yang ada di cakrawala melalui apa yang mereka saksikan, yaitu penciptaan langit dan bumi, untuk menunjukkan kekuasaan-Nya yang meliputi segala-galanya dan menunjukkan betapa banyak karunia-Nya kepada umat manusia dengan menjadikan segala yang di bumi sebagai bekal dan persediaan untuk dimanfaatkan. Untuk itu Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
Dialah yang menciptakan untukmu segala yang ada di muka bumi; kemudian ia menciptakan langit dan disempurnakan-Nya menjadi tujuh dan Dia atas atas segala sesuatu Maha Mengetahui
Penjelasan:
Setelah Allah Subhaanahu wa Ta’aala menyebutkan bukti keberadaan dan kekuasaan-Nya kepada makhluk-Nya melalui apa yang mereka saksikan sendiri pada diri mereka, lalu Dia menyebutkan bukti lain melalui apa yang mereka saksikan, yaitu penciptaan langit dan bumi.
Istawaa ilas samaa (berkehendak atau bertujuan ke langit), makna lafadz ini mengandung pengertian kedua lafadz tersebut, yakni berkehendak atau bertujuan, karena ia di-muta’addi-kan dengan memakai huruf “ilaa”. Fasawwaahunna sab’a samaawaat (lalu Dia menciptakan tujuh langit), lafadz “as-samaa” dalam ayat ini merupakan isim jenis, karena itu disebutkan sab’a samaawaat. Wahuwa bikulli syai-in ‘aliim (Dia Maha Mengetahui segala sesuatu), yakni pengetahuan-Nya meliputi semua makhluk yang telah Dia ciptakan.
Pengertiannya sama dengan ayat lain, yaitu firman-Nya :
"Apakah Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kalian nampakkan dan yang kalian rahasiakan?) .” (Q.S. Al-Mulk : 14) 
Rincian makna Q.S. Al-Baqarah ayat 29 ini diterangkan di dalam surat Hamim Sajadah yaitu melalui firman-Nya :
Katakanlah: “Sesungguhnya patutkah kalian kafir kepada yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kalian adakan sekutu-sekutu bagi-Nya? (Yang bersifat) demikian itulah Tuhan semesta alam”. Dan dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya. Kemudian dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu dia Berkata kepadanya dan kepada bumi: “Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa?”. Keduanya menjawab: “Kami datang dengan suka hati”. Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa. Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. (Q.S. Fushshilat : 9-12) 
Di dalam ayat ini terkandung dalil yang menunjukkan bahwa Allah Subhaanahu wa Ta’ala memulai ciptaan-Nya dengan menciptakan bumi.
“Apakah kalian yang lebih sulit penciptaannya ataukah langit? Allah Telah membinanya, Dia meninggikan bangunannya lalu menyempurnakannya, Dan dia menjadikan malamnya gelap gulita, dan menjadikan siangnya terang benderang. Dan bumi sesudah itu dihamparkan-Nya. Ia memancarkan daripadanya mata airnya, dan (menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya. Dan gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh, (semua itu) untuk kesenangan kalian dan untuk binatang-binatang ternak kalian.” (Q.S. An-Naazi’aat : 27-33) 
Ayat yang mulia ini merupakan sebuah dalil yang menunjukkan bahwasanya setiap hal itu pada dasarnya adalah mubah dan suci, karena disebutkan dalam kerangka suatu anugerah. Dengan nash tersebut, maka hal-hal yang kotor tidak termasuk di dalamnya, dan sesungguhnya keharaman hal-hal yang kotor itu pun telah diambil dari pemahaman utama ayat ini (fahwa al-ayat), penjelasan akan maksudnya dan bahwasanya Allah menciptakannya untuk kemaslahatan kita, maka apa pun yang ada bahayanya dalam hal itu maka tidak termasuk di dalamnya, dan sebagai penyempurnaan nikmatnya, Dia melarang kita dari hal-hal yang kotor demi untuk membersihkan kita, dan firmanNya.
Munasabah Ayat
            Munasabah Q.S  Al-Baqarah ayat 29 dengan ayat sebelumnya yaitu ayat 28 adalah ini ia mengimbau makhluk-Nya agar meninjau perasaan mereka sendiri yang subjektif. Ia telah menciptakan kita menjadi ada. Rahasia hidup dan mati ada ditangan-Nya. Kita dari Dia, dan kepada-Nya kita kembali. Lihatlah ke sekitar kita dan kita akan mengerti martabat kita sendiri: itu dari Dia. Kedalam dan keluasan ruang angkasa diatas dan disekeliling kita yang tak terduga, akan sangat membingungkan kita. Itu adalah sebagian dari rencana-Nya yang begitu teratur dan sempurna, karena ilmun-Nya (tidak seperti ilmu kita) Maha luas. Sedangkan munasabah surah Al-Baqarah ayat 30 bahwa alam seah mesta yang diciptakan semata-mata diperuntukkan untuk manusia dan Allah SWT hendak menjadikan manusia itu untuk menjadi khalifah di bumi untuk menjaga dan memelihara apa yang ada di bumi. Namun malaikat berkata mengapa engkau menciptakan khalifah yang hanya akan membuat kerusakan sedangkan kami selalu memuji dan bertasbih kepada mu, namun Allah SWT mengatakan sesungguhnya Aku mengetahui apa yang engkau ketahui, jadi pernyataan tersebut bisa kita simpulkan bahwa alam semesta memang diciptkan untuk manusia karena manusia memiliki potensi untuk menerima amanah itu karena manusia memiliki akal, dengan akal itu manusia dapat mengelolah dan menjaga alam semesta ini.
TAFSIR SURAT IBRAHIM AYAT 32-34
اَللهُ الَّذِى خَلَقَ السَمٰوَاتِ وَ الْاَرْضَ وَ اَنْزَلَ مِنَ السَمَآءِ مَآءً فَاَخْرَجَ بِه مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ, وَسَخَّرَ لَكُمُ الْفُلْكَ لِتَجْرِيَ فِى الْبَحْرِ بِاَمْرِه, وَسَخَّرَ لَكُمُ الْاَنْهَار
32﴿Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air (hujan) dari langit, kemudian dengan (air hujan) itu Dia megeluarkan berbagai buah-buahan sebagai rezeki untukmu,, dan Dia telah menundukkan kapal bagimu agar berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan sungai-sungai untukmu.
وَسَخَّرَ لَكُمُ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ دَآئِبَيْنِ, وَ سَخَّرَ لَكُمُ الَّيْلَ وَ النَّهَارَ
33﴿Dan Dia telah menundukkan matahari dan bulan bagimu yang terus-menerus beredar(dalam orbitnya), dan telah menundukkan malam dan siang bagimu.
وَ اٰتٰكُمْ مِنْ كُلِّ مَا سَاَلْتُمُوْهُ وَ اِنْ تَعُدُّوا نِعْمَتَ اللّٰهِ لاَ تُحْصُوْهَا, اِنَّ الْاِنْسَانَ لَظَلُوْمٌ كَفَّارٌ
34﴿Dan Dia telah memberikan kepadamu segala apa yang kamu mohonkan kepada-Nya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu mengitungnya. Sungguh, manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).
            Allah swt. Menyebutkan nikmat-nikmat-Nya yang telah Dia berikan kepada makhluk-Nya, bahwa Dia telah menciptakan bagi mereka langit yang berlapis-lapis sebagai atap yang dipelihara-Nya, dan bumi yang menjad hamparannya.
وَ اَنْزَلَ مِنَ السَمَآءِ مَآءً فَأَخْرَجْنَا بِهِ أَزْوَاجًا مِنْ نَبَاتٍ شَتىَّ.
Dan menurunkan dari langit air hujan. Maka Kami tumbuhkan dengan air itu berjenis-jenis dari tumbuh-tumbuhan yang bermacam-macam.(Q.S. Thoha:53)
            Yakni buah-buahan yang bermacam-macam dan hasil tanaman yang beraneka ragam warna, bentuk, rasa, bau, dan manfaatnya. Allah menundukkan bahtera sehingga bahtera dapat mengapung diatas air laut dan berlayar menempuhnya dengan seizin Allah. Allah menundukkan laut untuk membawa bahtera agar orang-orang yang musyafir menempuh jalan laut dapat bepergian dari suatu daerah ke daerah yang lain guna mengangkut kebutuhan mereka dari suatu daerah ke daerah yang lain (impor dan ekspor). Allah juga menundukkan sungai-sungai yang membelah bumi, lalu mengali dari suatu daerah ke daerah yang lain, sebagai rizki buat hamba-hamba-Nya berupa air minum, pengairan, dan kegunaan-kegunaan lainnya yang bermanfaat bagi mereka.
{وَسَخَّرَ لَكُمُ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ دَآئِبَيْنِ }
            Dan Dia telah menundukkan matahari dan bulan bagimu yang terus-menerus beredar(dalam orbitnya),
Artinya, keduanya terus menerus beredar pada garis edarnya malam dan siang hari tanpa henti-hentinya.
لاَ الشَّمْسُ يَمْبَغِى لَهَآ اَنْ تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَ لاَ اللَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ وَ كُلُّ فِى فَلَكٍ يَسْبَحُوْنَ.
            Tidak mungkin bagi matahari mendapatkan bulan, dan malam pun tidakdapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya.(Q.S. Yasin:40)
Allah swt. telah berfirman:
يُغْشَى اللَّيْلَ النَّهَارَ يَطْلُبُهُ حَثِيْثًا وَ الشَّمْسَ وَ الْقَمَرَ وَ النُّجُوْمَ مُسَخَّرَاتِ بِأَمْرِهِ أَلاَ لَهُ الْخَلَقَ وَ الْاَمْرُ تَبَارَكَ اللّٰهُ رَبُّ الْعَالَمِيْنَ.
            Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan, dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah, Maha Suci Allah, Tuhan Semesta Alam.(Q.S. Al-A’raf:54)
            Matahari dan bulan silih berganti, malam dan siang hari saling berputar, adakalanya siang hari mengambil sebagian waktu malam hari hingga menjadi bertambah panjang. Begitu pula malam hari, adakalanya Ia mengambil sebagian waktu dari siang hari sehingg siang hari pendek waktunya dan malam hari penjang.
يُكَوِّرُ اللَّيْلَ عَلَى النَّهَارِ وَ يُكَوِّرُ عَلَى اللَّيْلِ وَ سَخَّرَ الشَّمْسَ وَ الْقَمَرَ كُلُّ يَجْرِى لِاَجَلٍ مُسَمَّى.
            Dia menutupkan malam atas siang dan menutupkan siang atas malam, dan menundukkan matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan. Ingatlah, Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi maha Pengampun.(Q.S. Az-Zumar:05)
Firman Allah swt:
وَ اٰتَاكُمْ مِنْ كُلِّ مَا سَاَلْتُمُوْهُ.
            Dan Dia telah memberikan kepada kalian (keperluan kalian) dari segala apa yang kalian mohonkan kepada-Nya.(Q.S ibrahim:34)
            Dengan kata lain, Allah menyediakan bagi kalian segala sesuatu yang kalian perlukan dalam semua keadaan sesuai dengan apa yang kalian mohonkan kepada-Nya.
Sebagian Ulama’ salaf mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah dari semua yang kalian mohonkan kepada-Nya dan yang yang tidak kalian mohonkan kepada-Nya. Sebagian Ulama membacanya dengan bacaan yang artinya “dan Dia telah memberikan kepada kalian keperluan kalian dari segala apa yang kalian mohonkan kepada-Nya dan yang tidak kalian mlhonkan kepada-Nya”.
Firman Allah swt:
وَ اِنْ تَعُدُّوا نِعْمَتَ اللّٰهِ لاَ تُحْصُوْهَا.
            Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu mengitungnya.(Q.S. Ibrahim:34)
            Allah swt. menceritakan ketidakmampuan hamba-hamba-Nya untuk menghitung nikmat-nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada mereka, terlebih lagi untuk menunaikan syukur-Nya. Talk Ibnu Habib telah mengatakan bahwa sesungguhnya hak Allah itu jauh lebih berat dari pada apa yang dikerjakan oleh hamba-hamba-Nya sebagai rasa syukurnya. Dan sesungguhnya nikmat-nikmat Allah itu jauh lebih banyak dari pada apa yang dihitung-hitung oleh hamba-hamba-Nya, tetapi mereka melakukan taubatnya dipagi hari, dan disore hari mereka bertaubat pula.
            Didalam kitab shohih Bukhori disebutkan bahwa Rasulullah saw. pernah mengatakan do’a tersebut:
اللّٰهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ غَيْرَ مَكْفِى وَ لاَ مَوْدَع, وَ لاَ مُسْتَغْنًى عَنْهُ رَبَّنَا.
            Yaa Allah, bagi Engkau-lah segala puji yang tidak pernah tercukupkan, tidak pernah terpisahkan, dan tidak pernah tertinggalkan, wahai Tuhan kami.
Dalam kitab ashar disebutkan bahwa Nabi Daud as. pernah berkata, “wahai Tuanku, bagaimana aku dapat bersyukur kepada Engkau, sedangkan syukurku kepada-Mu termasuk nikmat dari-Mu pula yang Engkau berikan kepadaku?” maka Allah menjawab melalui firman-Nya, “sekarang engkau, hai Daud, telah bersyukur kepada-Ku, karena kamu telah mengakui akan kelalaianmu dalam menunaikan rasa syukurmu kepada-Ku atas nikmat-nikmat-Ku yang Ku berikan kepadamu.”
Imam Syafi’I ra. mengatakan, “segala puji bagi Allah, yang salah satu dari nikmat-Nya tidak dapat disyukuri kecuali berkat adanya nikmat baru yang mendorong seseorang untuk bersyukur kepada-Nya,”



Tafsir surat Al A’raaf ayat 54
Yaitu surat yang menunjukkan akidah tentang Tuhan dan fenomena alam semesta.
Surat Al-A’raf ayat 54 berbunyi :
Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas Arasy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.( QS Al A’rof: 54)
           Menurut Sayyid Quthb makna surat al-A’raf ayat 54 yaitu:12 Akidah tauhid Islam tidak meninggalkan satu pun lapangan bagi manusia untuk merenungkan zat Allah Yang Maha Suci dan bagaimana ia berbuat, maka, Allah itu Maha Suci, tidak ada lapangan bagi manusia untuk menggambarkan dan melukiskan zat Allah.
Adapun enam hari saat Allah menciptakan langit dan bumi, juga merupakan perkara ghaib yang tidak ada seorang makhlukpun menyaksikannya. Allah telah menciptakan alam semesta ini dengan segala kebesaran-Nya, yang menguasai alam ini mengaturnya dengan perintah-Nya, mengendalikannya dengan kekuasaan-Nya. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat dalam putaran yang abadi ini yaitu putaran malam mengikuti siang dalam peredaran planet ini.
Dia menciptakan matahari, bulan dan bintang, yang semuanya tunduk kepada perintah-Nya, sesungguhnya Allah Maha Pencipta, Pelindung, Pengendali dan Pengatur. Dia adalah Tuhan kalian yang memelihara kalian dengan manhaj-Nya, mempersatukan kalian dengan peraturan-Nya, membuat syariat bagi kalian dengan izin-Nya dan memutuskan perkara kalian dengan hukum-Nya. Dialah yang berhak menciptakan dan memerintah.
Inilah persoalan yang menjadi sasaran pemaparan ini yaitu persoalan uluhiah, rububiyah dan hakimiyah, serta manunggalnya Allah SWT. Pada semuanya ini ia juga merupakan persoalan ubudiyah manusia di dalam syariat hidup mereka. Maka, ini pulalah tema yang dihadapkan konteks surat ini yang tercermin dalam masalah pakaian sebagaimana yang dihadapi surat Al-An’am dalam masalah binatang ternak, tanaman,nazar-nazar dan syiar-syiar.
Tafsir  Surah Al A'raaf  55
Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.(QS. 7:55)
Ayat ini mengandung adab-adab dalam berdoa kepada Allah. Berdoa adalah suatu munajat antara seorang hamba dengan Tuhannya untuk menyampaikan suatu permintaan agar Allah dapat mengabulkannya. Maka berdoa kepada Allah hendaklah dengan sepenuh kerendahan hati, dengan betul-betul khusyuk dan berserah diri. Kemudian berdoa itu disampaikan dengan suara lunak dan lembut yang keluar dari hati sanubari yang bersih. Berdoa dengan suara yang keras menghilangkan kekhusyukan dan mungkin menjurus kepada ria dan pengaruh-pengaruh lainnya dan dapat mengakibatkan doa itu tidak dikabulkan Allah. Tidak perlulah doa itu dengan suara yang keras, sebab Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.
Tafsir Surah Al A'raaf 56
Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.(QS. 7:56)
Dalam ayat ini Allah swt. melarang jangan membuat kerusakan di permukaan bumi. Larangan membuat kerusakan ini mencakup semua bidang, merusak pergaulan, merusak jasmani dan rohani orang lain, merusak penghidupan dan sumber-sumber penghidupan, (seperti bertani, berdagang, membuka perusahaan dan lain-lainnya). Padahal bumi tempat hidup ini sudah dijadikan Allah cukup baik. Mempunyai gunung-gunung, lembah-lembah, sungai-sungai, lautan, daratan dan lain-lain yang semuanya itu dijadikan Allah untuk manusia agar dapat diolah dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, jangan sampai dirusak dan dibinasakan. Selain dari itu untuk manusia-manusia yang mendiami bumi Allah ini, sengaja Allah menurunkan agama dan diutusnya para nabi dan rasul-rasul supaya mereka mendapat petunjuk dan pedoman dalam hidupnya, agar tercipta hidup yang aman dan damai. Dan terakhir diutus-Nya Nabi Muhammad saw.
sebagai rasul yang membawa ajaran Islam yang menjadi rahmat bagi semesta alam. Bila manusia-manusia sudah baik, maka seluruhnya akan menjadi baik, agama akan baik, negara akan baik, dan bangsa akan baik. Sesudah Allah melarang membuat kerusakan, maka di akhir ayat ini diulang lagi tentang adab berdoa.
Tafsir Surah Al A'raaf 57 - 58
Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu, maka Kami keluarkan dengan sebab hujan itu pelbagai macam buah-buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran. Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah; dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah Kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang yang bersyukur.(QS. 7:57-58)
Dengan kedua ayat ini Allah menegaskan bahwa salah satu karunia besar yang dilimpahkan-Nya kepada hamba-Nya ialah menggerakkan angin sebagai tanda bagi kedatangan nikmat-Nya yaitu angin yang membawa awan tebal yang dihalaunya ke negeri yang kering yang telah rusak tanamannya karena ketiadaan air, kering sumurnya karena tak ada hujan dan penduduknya menderita karena haus dan lapar. Lalu Dia menurunkan di negeri itu hujan yang lebat sehingga negeri yang hampir mati itu menjadi subur kembali dan sumur-sumurnya penuh berisi air dengan demikian hiduplah penduduknya dengan serba kecukupan dari hasil tanaman-tanaman itu yang berlimpah-ruah.
Tafsir Qs Ar Rum: 41
Maksud Qs. Ar Rum: 41 adalah telah terlihat jelas perbuatan maksiat di darat dan lautan bumi akibat perbuatan manusia melakukan perbuatan yang dilarang Allah. Pada ayat 41 surah ar-rum, terdapat penegasan Allah bahwa berbagai kerusakan yang terjadi di daratan dan di lautan adalah akibat perbuatan manusia. Hal tersebut hendaknya disadari oleh umat manusia dan karenanya manusia harus segera menghentikan perbuatan-perbuatan yang menyebabkan timbulnya kerusakan di daratan dan di lautan dan menggantinya dengan perbuatan baik dan bermanfaat untuk kelestarian alam.
Kata zhahara pada mulanya berarti terjadinya sesuatu dipermukaan bumi. Sehingga, karena dia dipermukaan, maka menjadi nampak dan terang serta diketahui dengan jelas. Sedangkan kata al-fasad menurut al-ashfahani adalah keluarnya sesuatu dari keseimbangan,baik sedikit maupun banyak. Kata ini digunakan menunjuk apa saja, baik jasmani, jiwa, maupun hal-hal lain.
Ayat di atas menyebut darat dan laut sebagai tempat terjadinya fasad itu. Ini dapat berarti daratan dan lautan menjadi arena kerusakan, yang hasilnya keseimbangan lingkungan menjadi kacau. Inilah yang mengantar sementara ulama kontemporer memahami ayat ini sebagai isyarat tentang kerusakan lingkungan.
Sebagian ulama tafsir berpendapat bahwa "laut" di sini berarti kota-kota besar atau desa-desa yang di pinggir laut. Sedangkan darat artinya kampung-kampung atau desa-desa yang terdapat di darat atau padang pasir. Pernyataan Allah itu merupakan suatu petunjuk bahwa kerusakan itu adalah insidentil sifatnya. Sebelum ada manusia tak ada kerusakan. Tetapi berbarengan dengan adanya manusia maka kerusakan itupun terjadi pula.
Kerusakan itu terjadi karena ulah tangan manusia itu sendiri. Manusia mengerjakan hal itu dengan kehendaknya yang bebas tanpa ada tekanan dari pihak manapun. Karena perbuatan yang timbul dari kehendak yang bebas itu, mereka akan diminta pertanggungjawabannya kelak di kemudian hari, yang baik dibalas dengan baik dan yang jelek dibalas dengan jelek pula. Karena iradahnya itu manusia bertanggung jawab atas semua perbuatannya itu, agar dia merasakan hasil perbuatannya itu, baik atau jelek.
Dalam hal ini Allah SWT berfirman yang artinya:
“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.” (QS. An Najm: 39)
Ayat 41 ini mengingatkan akan adanya perbuatan jelek, yang sifatnya merusak di permukaan bumi. Dan seterusnya manusia yang berakal hendaknya menjauhi perbuatan jelek itu, dan berbuat sesuatu serta berguna bagi masyarakat.  Kalimat yang menyatakan bahwa dalam ayat ini agar mereka merasakan sebagian akibat perbuatan jelek mereka itu merupakan rahmat dari Allah SWT. Manusia yang berbuat jelek itu hanya sebagian saja dengan harapan hal itu akan menjadi penghambat bagi mereka untuk tidak berbuat jelek lagi, dan agar mereka kembali kepada Allah SWT di waktu yang dekat serta berjalan di atas jalan yang benar. Andaikata Allah menyiksa semua manusia yang melakukan perbuatan jelek tentu mereka akan hancur semuanya, bahkan semua binatang yang melatapun di bumi ini turut hancur.
Dalam hal ini Allah berfirman yang artinya:
“Dan kalau sekiranya Allah menyiksa manusia disebabkan usahanya, niscaya Dia tidak akan meninggalkan di atas permukaan bumi suatu mahluk yang melatapun[1262] akan tetapi Allah menangguhkan (penyiksaan) mereka, sampai waktu yang tertentu; Maka apabila datang ajal mereka, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya.”(Q.S. Fatir: 45)
Keserakahan dan perlakuan buruk sebagian manusia terhadap alam dapat menyengsarakan manusia itu sendiri. Tanah longsor, banjir, kekeringan, tata ruang daerah yang tidak karuan dan udara serta air yang tercemar adalah buah kelakuan manusia yang justru merugikan manusia dan makhluk hidup lainnya.
Islam mengajarkan agar umat manusia senantiasa menjaga lingkungan. Hal ini seringkali tercermin dalam beberpa pelaksanaan ibadah, seperti ketika menunaikan ibadah haji. Dalam haji, umat Islam dilarang menebang pohon-pohon dan membunuh binatang. Apabila larangan itu dilanggar maka ia berdosa dan diharuskan membayar denda (dam). Lebih dari itu Allah SWT melarang manusia berbuat kerusakan di muka bumi.
Tentang memelihara dan melestarikan lingkungan hidup, banyak upaya yang bisa dilakukan, seperti yang terdapat pada amanat GBHN, rehabilitasi SDA berupa hutan, tanah dan air yang rusak perlu ditingkatkan lagi. Dalam lingkungan ini program penyelamatan hutan, tanah dan air perlu dilanjutkan dan disempurnakan. Pendayagunaan daerah pantai, wilayah laut dan kawasan udara perlu dilanjutkan dan makin ditingkatkan tanpa merusak mutu dan kelestarian lingkungan hidup.


BAB III
KESIMPULAN
Al-Qur’an telah menghubungkan semua pagelaran alam semesta dan seluruh getaran jiwa kepada akidah tauhid. Ia mengubah setiap kilatan sinar dalam lembaran alam semesta atau dalam batin manusia kepada sebuah dalil atau isyarat. Demikianlah alam semesta beserta segala isinya beralih rupa menjadi tempat pementasan ayat-ayat Allah yang dihiasi dengan keindahan oleh “tangan” kekuasaan dan bekas-bekasnya tampak nyata dalam setiap pagelaran dan pemandangan serta gambaran dan bayang-bayang didalamnya. Sehingga manusia diharuskan percaya dengan adanya alam semesta ini sebagai bukti dari kebesaran Tuhan.
Alam semesta bukanlah produk dari hasil pemikiran manusia melainkan produk dari hasil pemikiranTuhan. Berdasarkan bukti yang kongkrit dan valid yang berupa ayat-ayat al-Qur’an seperti surat al-Baqoroh: 29, al-A’raf: 54, Ibrahim: 32-34, serta ayat-ayat yang lain dalam al-Qur’an. Perdebatan yang terjadi dikalangan Teolog Muslim menyangkut ungkapan-ungkapan al-Qur’an itu, tidak lain kecuali salah satu dampak buruk dari sekian dampak buruk filsafat Yahudi dan Nashrani yang bercampur dengan akal Islam yang murni. Tidaklah wajar bagi kita dewasa ini terjerumus dalam kesalahan tersebut sehingga memperburuk keindahan akidah Islam dan keindahan al-Qur’an.


DAFTAR PUSTAKA


Al-Maraghi, Syekh Ahmad Mustofa. Tarjamah Tafsir Al-Maraghi, (Yogyakarta: Sumber Ilmu, 1985)
Baiquni M.Sc.,Ph.D,Prof.Ahmad. Al-Qur’an Ilmu pengetahuan dan Teknologi, (Jakarta: Dana Bakti Prima Persada, 1985)
Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi, Al-Imam Abul Fida Ismail. Tafsir Ibnu Katsir Juz I al-Fatihah – al- Baqoroh, (Bandung: Sinar Baru Algensindo 2002)

Post a Comment for "Memahami kandungan ayat-ayat tentang alam"